
Trainwreck: The Cult of American Apparel
Trainwreck: The Cult of American Apparel Setelah mencoba berbagai cara untuk memperbaiki hidupnya yang selalu berantakan, Amy Townsend kembali terjebak dalam pusaran kekacauan ketika ia dipekerjakan sebagai konsultan merek untuk upaya “comeback” American Apparel — merek fashion kontroversial yang dulu pernah mendominasi jalanan dengan estetika minimalis dan kampanye iklan sensual. Apa yang awalnya terlihat seperti pekerjaan sederhana berubah menjadi mimpi buruk korporat ketika Amy menemukan bahwa perusahaan tersebut telah diambil alih oleh kelompok eksentrik yang lebih mirip sekte daripada tim pemasaran.
Dipimpin oleh seorang CEO karismatik dan manipulatif yang mengklaim ingin “membangkitkan kembali roh kebebasan dan tubuh manusia”, American Apparel berubah menjadi tempat penuh aturan absurd, ritual motivasi yang mencurigakan, dan filosofi aneh tentang “kesucian kain katun lokal.” Amy, yang awalnya hanya ingin gaji dan sedikit stabilitas, justru terjebak lebih dalam ke dalam dinamika perusahaan yang menyeramkan dan menggelikan—di mana budaya kerja berbenturan dengan ideologi gila.
Sambil berusaha bertahan dari tekanan batin dan absurditas kantor, Amy mulai menyadari bahwa perusahaan ini bukan hanya rusak, tapi juga berbahaya. Bersama sekelompok karyawan “normal” yang diam-diam ingin kabur, ia menyusun rencana konyol namun nekat untuk membongkar praktik gila sang CEO dan menyelamatkan para karyawan dari cuci otak berbasis fashion. Di tengah kekacauan, ia juga harus menghadapi kembali krisis identitasnya dan menemukan suara serta kepercayaan dirinya yang sempat hilang.
Trainwreck: The Cult of American Apparel adalah sekuel satir yang lebih gila, lebih tajam, dan lebih stylish dari pendahulunya. Amy Schumer kembali dengan humor khasnya dalam kisah tentang industri fashion, identitas, dan absurditas budaya kerja modern. Film ini menyindir tren “kultus perusahaan” dengan cara yang cerdas, lucu, dan menyentuh—menggambarkan bahwa bahkan di tengah kain tipis dan egomania CEO, kadang kita menemukan keberanian untuk jadi diri sendiri.
0 Comments