Dongji Rescue
Dongji Rescue (2025) Pada musim gugur tahun 1942, di sebuah pulau nelayan kecil bernama Dongji Island, dekat kepulauan Zhoushan di provinsi Zhejiang, Tiongkok, suasana perang terasa sangat nyata. Pulau itu telah diokupasi tentara Jepang, dan para penduduk lokal dilarang pergi melaut atau menjalankan kehidupan normal seperti dahulu. Di tengah ketegangan ini, dua bersaudara—Ah Bi dan Ah Dang—termasuk outsider di komunitasnya sendiri, berlayar malam‐malam untuk mencari ikan, ketika mereka menyaksikan kapal angkut Jepang yang membawa tawanan perang Inggris, Lisbon Maru, diserang dan mulai tenggelam.
Kapal Lisbon Maru yang membawa lebih dari 1.800 tawanan perang Inggris dari Hong Kong ke Jepang diserang oleh kapal selam Amerika dan mulai karam di lepas pantai Dongji. Dalam kekacauan tenggelamnya kapal, dan saat Jepang justru menolak membantu para tawanan yang terperangkap, para nelayan Dongji—dipicu oleh hasrat kemanusiaan dan solidaritas—membuat keputusan yang berani: mereka akan mencoba menyelamatkan tawanan yang bisa selamat, meskipun nyawa mereka sendiri terancam.
Dalam prosesnya, Ah Dang dengan nekat mulai menyelam ke ruang tahanan kapal yang sudah tak terkendali, berjuang bersama para Nelayan untuk membuka lubang-pelarian bagi tawanan. Sementara itu, Ah Bi yang lebih berhati-dingin dan skeptis harus menghadapi konflik batin: antara menjaga keluarganya dan komunitasnya sendiri atau ikut mengambil risiko besar demi orang asing yang dianggap “lawan” oleh musuh yang sama. Kisah ini juga memasukkan karakter wanita lokal, Ah Hua, yang awalnya terpinggirkan dari kelompok nelayan, namun kemudian mengambil alih peran penting dalam misi penyelamatan — menunjukkan bahwa keberanian bukan hanya milik laki-laki.
Pada puncaknya, saat badai dan gelombang laut, api pertarungan di kapal, dan kapal Jepang yang karam semakin tenggelam, nelayan Dongji bersama tawanan yang berhasil lolos berjuang habis-habisan untuk mencapai keselamatan. Adegan klimaks menyuguhkan aksi dramatis menyelam, menahan napas di bawah air, dan konfrontasi langsung dengan tentara Jepang, yang membuat skala penyelamatan terasa epik dan penuh ketegangan. Film ini tidak hanya menceritakan tentang perang dan pertarungan fisik, tetapi juga menyoroti kemanusiaan yang muncul dalam situasi ekstrem — bahwa dalam perang pun ada kasih sayang, keberanian, dan solidaritas antar-manusia di luar batasan nasional.

0 Comments