All the Devils are Here

All the Devils are Here (2025) Setelah menjalankan sebuah perampokan yang berhasil—tapi penuh kekacauan—empat penjahat: Ronnie, Grady, Numbers, dan Royce, dikirim ke sebuah pondok terpencil di pedesaan Dartmoor untuk bersembunyi dan menunggu instruksi selanjutnya. Kondisi di pondok itu sederhana dan nyaman secara luarnya: persediaan makanan dan air untuk beberapa hari, tugas untuk tetap diam, dan larangan keras untuk meninggalkan tempat tersebut.

Namun situasi mulai memanas ketika hari demi hari berlalu tanpa kabar dari bos mereka, dan persediaan mulai menipis. Beberapa fasilitas pondok mulai rusak — saluran air, listrik, dan toilet menjadi sumber frustrasi yang tak terhindarkan. Keheningan dan ketidakpastian membuat para anggota geng menjadi gelisah; kebosanan dan ketidakpercayaan mulai tumbuh di antara mereka.

Ketegangan memuncak saat C, seorang wanita misterius, tiba-tiba muncul dengan pesan samar dari atasan mereka bahwa mereka harus tetap tinggal lebih lama dari yang dijanjikan — tanpa batas waktu yang jelas. Dari sinilah kecurigaan dan konflik batin mulai muncul: siapa yang akan bertahan secara moral, siapa yang akan mengkhianat, dan siapa yang mulai retak karena ketakutan, keserakahan, atau tekanan psikologis.

Di akhir, film ini menghadirkan sebuah klimaks psikologis di mana para karakter dipaksa menghadapi identitas sejati mereka dan konsekuensi dari pilihan masing‑masing. Kepercayaan menjadi komoditas yang langka — dan semakin sedikit yang bisa dipertahankan ketika waktu terus berjalan dan ketakutan serta rahasia‑rahasia terungkap. All the Devils Are Here bukan hanya kisah kriminal dan penyergapan eksternal, tapi juga studi tentang bagaimana tekanan dan isolasi bisa memunculkan “iblis” yang tersembunyi di antara kita sendiri.

0 Comments

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published. Required fields are marked *