Blood and Blades in the Snow

Blood and Blades in the Snow Kisah berlatar pada tahun ke-23 era pemerintahan Wanli di Dinasti Ming. Jenderal perbatasan Zhan Congwen dijebak oleh pejabat pengadilan yang licik, dengan tuduhan bersekongkol bersama bajak laut Jepang. Konsekuensinya tragis—seluruh keluarganya dieksekusi. Pencemaran nama baik ini menghancurkan hidup keluarga bangsawan tersebut dan memaksa generasi berikutnya hidup dalam bayang-bayang tragedi besar.

Satu-satunya penyintas, putra Zhan, bernama Zhan Hong, berhasil melarikan diri—ia mengungsi ke sebuah kota bernama Qinchuan. Di tempat pengasingan ini, ia ditemukan kembali oleh kehidupan baru ketika jatuh cinta dengan seorang wanita bernama Xiahou Ying. Namun, kebahagiaan yang mulai tumbuh pun menyimpan jebakan—karena sang ayah Ying, Xiahou Batian, terlibat dalam skema fitnah terhadap ayahnya sendiri.

Seiring hubungan baru itu berkembang, rahasia kelam mulai terkuak secara perlahan; konflik internal dan dilema moral pun mencuat. Zhan Hong berada di persimpangan—antara cinta dan dendam, keadilan dan pengkhianatan. Perlahan, ia menyatukan potongan kebenaran mengenai keterlibatan Xiahou Batian dan pejabat pengkhianat yang sebenarnya di balik kehancuran keluarganya.

Akhirnya, dengan tekad dan keberanian yang tumbuh dari penderitaan, Zhan Hong berhasil menuntaskan dendamnya. Ia kemudian dilantik menjadi Panglima Pengawal Kekaisaran (Jinyiwei), memperoleh kedudukan tinggi dan kekuasaan di istana—sebuah sarana yang kemudian ia gunakan untuk membersihkan korupsi dan kejahatan yang merajalela di pengadilan. Kisahnya pun menjadi simbol perjuangan melawan ketidakadilan dan kebijaksanaan dalam menghadapi intrik politik.

0 Comments

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published. Required fields are marked *